Diskan Batam – Di bawah langit cerah Pulau Lengkang, Kota Batam, rumah-rumah panggung berdiri kokoh di atas perairan biru yang tenang.
Pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau ini menjadi rumah bagi komunitas nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB) masing-masing. Salah satunya merupakan kelompok yang dipimpin oleh Syamsul, seorang nelayan yang telah mengabdi untuk membangun kesejahteraan bersama bagi anggota kelompoknya.
Syamsul memiliki paras yang terlihat lebih tua dari usianya, dengan kulit sawo yang terbakar Matahari, sebuah tanda bahwa ia selalu bekerja keras di bawah sinar surya untuk memancing ikan.
Bersama 12 anggota lainnya, ia mengelola kelompok yang telah berdiri sejak 2015. Setiap tanggal 20, mereka berkumpul untuk membahas rencana dan evaluasi usaha kelompok.
Kelompoknya dinamakan Kelompok Usaha Baru dan memiliki sistem keuangan unik, yang didesain untuk mengakomodasi kebutuhan anggota tanpa memberatkan.
Sistem ini tidak mengikuti pola perbankan, tetapi mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel. Anggota dapat meminjam dana, dengan skema pengembalian yang tetap, di mana jasa pinjaman dihitung sederhana dan tidak berbunga.
Setiap bulan, anggota mengajukan peminjaman kepada kelompok, dalam kisaran jumlah Rp5 juta hingga Rp10 juta, yang akan diangsur selama batas waktu yang tidak ditentukan, tetapi dengan syarat membayar per-bulan, sesuai dengan kemampuan dan dengan penambahan sebanyak Rp40 ribu.
Pendapatan dari jasa pinjaman ini dimanfaatkan untuk menambah modal dan mendukung kebutuhan kelompok. Pengelolaan ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian, memastikan bahwa modal tetap terjaga.
Prinsip dasar yang diterapkan adalah memastikan pemasukan selalu lebih besar daripada pengeluaran, sehingga kelompok dapat terus berkembang.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok Syamsul, merupakan bagian dari program Pola Jitu Pemberdayaan Nelayan (PONJEN) yang dikembangkan oleh Dinas Perikanan Pemerintah Kota Batam.
PONJEN memiliki sistem klasifikasi untuk mengukur perkembangan kelompok, yaitu kategori pemula, madya, dan utama. Setiap kelompok, seperti yang dipimpin oleh Syamsul, harus melewati evaluasi ini untuk mendapatkan dukungan lebih lanjut dari pemerintah.
Meskipun demikian, bantuan tidak diberikan setiap tahun. Hal ini membuat kelompok harus mampu mengelola bantuan yang diterima dengan baik dan berusaha mandiri untuk keberlanjutan usaha mereka.
Kelompok usaha Syamsul, termasuk kelompok yang telah memenuhi kriteria untuk mendapatkan bantuan.
Sejauh ini, kelompoknya telah menerima beberapa bantuan dari pemerintah, berupa 28 alat tangkap kawat dan satu mesin tempel untuk kebutuhan operasional. Bantuan ini sangat membantu, namun tidak dijadikan sebagai satu-satunya andalan oleh kelompok tersebut.
Kelompok ini tetap mengedepankan inisiatif mandiri sebagai kekuatan utama untuk berkembang, dimana dukungan pemerintah dipandang sebagai stimulus untuk mendorong kelompok agar semakin maju.
Pengelolaan aset KUB dilakukan dengan transparan dan disiplin. Saat ini, kelompok memiliki aset tunai senilai Rp168 juta, yang dikelola untuk berbagai keperluan, termasuk memberikan pinjaman kepada anggota.
Setiap bulannya, kelompok ini menghasilkan pendapatan rata-rata sebesar Rp10 juta hingga Rp11 juta dari kegiatan usaha bersama.
Salah satu tradisi yang dilakukan adalah menyisihkan sebagian penghasilan untuk infaq setiap bulan. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang diperoleh, juga menunjukkan tanggung jawab sosial kelompok terhadap lingkungan sekitar.
Meskipun penghasilan sebagai nelayan sering kali tidak menentu, anggota kelompok tetap berkomitmen untuk mendukung operasional kelompok.
Para nelayan biasa menjual hasil tangkapan ke penampung lokal, yang di area tersebut ada sekitar empat penampung, salah satunya milik Syamsul sendiri.
Setiap keluar memancing, anggota kelompok usaha tersebut dapat menghasilkan sekitar Rp300 ribu. Mereka berlayar setiap hari, kecuali pada hari Jumat, dimana mereka berlibur.
Pendamping pelaku usaha perikanan dari Dinas Perikanan Kota Batam Efry Juliansyah menyoroti perkembangan positif kelompok nelayan di kawasan Sekanak Raya, termasuk Pulau Lengkang.
Bagi dinas perikanan, kelompok-kelompok nelayan yang sudah maju, seperti kelompok Syamsul, menjadi inspirasi bagi kelompok lain untuk meningkatkan kinerja mereka.
Sejumlah nelayan juga mengembangkan usaha sampingan, seperti produksi ikan asin yang langsung dipasarkan ke Belakangpadang. Upaya ini menunjukkan bahwa kelompok nelayan tidak hanya mengandalkan hasil laut semata, tetapi juga berinovasi dalam menciptakan nilai tambah.
Kelompok Syamsul merupakan salah satu dari 27 kelompok yang berada di bawah bimbingan Efry di Sekanak Raya, dan luasnya wilayah tersebut menjadi tantangan baginya untuk selalu memantau.
Di wilayah Kepulauan Batam yang luas, Syamsul mengungkapkan bahwa lahan nelayan semakin sempit, karena jumlah nelayan semakin bertambah. Alhasil para nelayan harus berlayar semakin jauh untuk menemukan ikan.
Meskipun demikian, kelompok Syamsul tidak asing dengan tantangan dan masalah, terutama dalam menjaga kekompakan anggota dan keberlangsungan kelompok.
Syamsul bercerita tentang dua anggotanya yang terpaksa dikeluarkan dari kelompok karena tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran bulanan.
Sebagai ketua kelompok, Syamsul juga pernah menggunakan dana pribadi untuk menutup kebutuhan mendesak kelompok. Pengorbanannya menjadi bukti nyata dari dedikasi seorang pemimpin yang ingin melihat anggotanya berkembang.
Selain mengelola keuangan, Syamsul juga berperan sebagai mentor bagi kelompok-kelompok lain di Pulau Lengkang yang ingin mulai berusaha mandiri.
Di Pulau Lengkang, terdapat sekitar 10 kelompok aktif dan beberapa dari mereka memulai usaha dengan meminjam modal dari kelompok Syamsul, sehingga kelompok tersebut menjadi pelopor dan acuan di pulau itu.
Kemandirian kelompok
Ke depan, Syamsul dan anggotanya memiliki visi untuk menjadi kelompok yang lebih mandiri dan sejahtera. Dengan sistem yang telah berjalan baik, kelompok ini berupaya meningkatkan kesejahteraan anggota.
Syamsul dan kawan-kawan berharap agar kelompoknya dapat menjadi contoh bagi kelompok lain, menunjukkan bahwa dengan kerja keras, kekompakan, dan pengelolaan yang baik, tujuan kemandirian dapat dicapai.
Pulau Lengkang, dengan keindahan alamnya, menjadi saksi perjuangan kelompok ini. Kelompok Syamsul adalah bukti bahwa perubahan tidak hanya datang dari bantuan luar, tetapi juga dari tekad dan kerja keras masyarakat itu sendiri, apalagi upaya itu juga mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.
Melalui kepemimpinan yang bijaksana dan komitmen bersama, kelompok ini berhasil membangun harapan dan masa depan yang lebih baik bagi komunitas nelayan di pulau kecil tersebut.
Sumber : AntaraNews